Senin, 23 Agustus 2010

Veda dan Kisahnya


Pernahkan anda mendengar klaim yang menyatakan bahwa kisah Ramayana dan Mahabharata adalah kisah yang sebenarnya ada di Indonesia? Mereka bersikeras membuktikan kebenaran kisah-kisah tersebut dengan mengait-ngaitkan alur cerita Ramayana dan Mahabharata terhadap nama-nama tempat yang ada di Indonesia saat ini. Bahkan mereka tidak segan-segan mengkalim bahwa cerita Ramayana dan Mahabharata yang otentik adalah kisah cerita yang mereka sampaikan. Sebagai contoh senjata Kalimosodo yang dikatakan adalah senjata pamungkas Panca Pandawa dalam kisah Mahabharata.
Meskipun ada indikasi bahwa cerita adanya senjata Kalimosodo ini adalah karang Sunan Kali Jaga dalam usahanya menyebarkan Islam pada waktu itu, namun tetap saja mereka berkilah dan menyatakan dengan sangat yakinnya bahwa kisah Kalimosodo itu memang ada dan tentunya dengan cara mengait-ngaitkannya dengan “local genius” yang ada serta membantah kisah yang disampaikan kitab-kitab Itihasa.

Sebagaimana dituliskan dalam buku “Ramayan Around The World” karya Ravi Kumar, ternyata hampir diseluruh dunia dapat ditemukan kisah-kisah yang kurang lebih sama dengan kisah-kisah Veda (dalam kaitannya dengan buku ini adalah Ramayana yang terdapat dalam kitab Itihasa). Dalam bukunya tersebut Ravi Kumar menyebutkan bahwa hampir di seluruh negara di Asia mengenal kisah Ramayana, meskipun sudah diadopsi sedemikian rupa sehingga lebih mencirikan daerah bersangkutan. Thailand sendiri menggunakan Garuda Visnu sebagai simbol negara. Di Kamboja tarian Ramayana sangat umum dipentaskan. Agama Shinto di Jepang juga memiliki dewa-dewa dan tokoh-tokoh yang sangat erat kaitannya dengan kisah Ramayana. Di puing-puing peradaban suku bangsa Inca dan Maya di Amerika, para arkeolog juga menemukan relief-relief yang menggambarkan kisah-kisah Ramayana. Intinya, Ravi Kumar mengatakan bahwa kisah Ramayana menyebar, diadopsi dan diakui sebagai local genius di berbagai belahan bumi ini.
Ternyata kemiripan kisah-kisah yang disampaikan dalam Veda dengan kisah yang berkembang dalam kebudayaan lain (non vedic) tidak hanya terbatas pada kisah Ramayana dan Mahabharata. Dalam buku berjudul Moisés y los Extraterrestres, yang dikarang oleh penulis Mexico, Tomás Doreste menyebutkan bahwa ada benang merah antara cerita nenek moyang agama-agama rumpun Abrahamik dengan agama Hindu. Dia memaparkan bahwa yang disebut sebagai Abraham dan Sarai pada dasarnya adalah Brahma dan Sarasvati. Lebih lanjut dia juga memaparkan bahwa kisah banjir bandang nabi Nuh ternyata mirip dengan kisah diselamatkannya Manu oleh penjelmaan Tuhan sebagai Matsya Avatara.
Andaikan semua kesamaan kisah ini memang berasal dari satu sumber, apakah itu artinya semua budaya dunia pada dasarnya berasal dari Veda? Ataukah kisah Veda yang mencontek dari kisah-kisah agama-agama Abrahamik sebagaimana yang mereka propagandakan selama ini untuk mencari pengikut?
Artikel “Was Abraham a Hindu?” yang ditulis oleh Gene D. Matlock menepis dan membalikkan anggapan tidak tahu malu para propaganda agama kaum Abrahamik ini. Hasil pengkajiannya malahan menyatakan bahwa ajaran-ajaran agama Abrahamik pada dasarnya hanyalah pecahan dan penggubahan menyimpang dari ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Veda. Gane D. Matlock juga mengutip buku Moisés y los Extraterrestres, yang menyebutkan:
Voltaire yakin bahwa Abraham berasal dari pemuka agama penyembah Brahma yang meninggalkan India untuk menyebar ajaran mereka ke seluruh dunia; dan untuk mendukung pendapatnya ini, ia menyebutkan persamaan nama-nama dan fakta bahwa kota Ur, negeri para leluhur dekat dengan perbatasan Persia, yang merupakan jalan ke India, tempat aliran Brahma muncul.
Brahma sangat dihormati di India, dan pengaruhnya menyebar ke seluruh Persia sepanjang sungai Efrat dan Tigris. Orang-orang Persia mengadopsi Brahma dan membuatnya seolah-olah merupakan budaya mereka sendiri. Kemudian mereka mengatakan bahwa Tuhan datang dari Bactria (sebuah daerah kuno di Afganistan), yang merupakan suatu daerah bergunung yang terletak di pertengahan jalan ke India (pp. 46-47.)
Bactria adalah tempat asal mula munculnya bangsa Yahudi yang dikenal dengan sebutan Juhuda atau Jaguda, dan juga disebut Ur-Jaguda. Ur berarti “tempat atau kota.” Oleh karena itulah, Alkitab menyatakan bahwa Abraham datang dari “Ur Chaldeans.” “Chaldean,” atau lebih tepatnya Kaul-Deva (Kauls suci), bukanlah etnis tertentu, tetapi merupakan kedudukan dalam  Hindu pemuja Brahma seperti pendeta yang tinggal di tempat yang sekarang dikenal sebagai Afghanistan, Pakistan dan Kashmir.
“Suku Ioud atau Brahmin Abraham, meninggalkan Matura dari kerajaan Oude di India dan, mengatur Goshen, yang disebut “rumah dari Matahari” atau Heliopolis di Mesir, menamai tempat tersebut sesuai dengan daerah asalnya di India, Matura.” (Anacalypsis; Vol. I, p.405.)
Ia berasal dari agama atau sekte dari Persia, Melchizedek”(Vol. I, p.364.)
Orang-orang Persia juga mengaku Ibrahim atau Abraham, adalah leluhur mereka. Dengan demikian kita lihat bahwa menurut semua sejarah kuno Persia, Yahudi, dan Arab adalah keturunan-keturunan dari Abraham.(p.85) …Kita mengetahui bahwa Terah, ayah Abraham, berasal dari satu negeri Timur yang disebut Ur, dari Chaldees atau Culdees, dan menetap di daerah yang disebut Mesopotamia. Beberapa waktu setelah ia bertempat tinggal di sana, Abraham, atau Ibrahim, atau Abram, atau Brahma, dan istrinya Sara atau Sarai, atau Saraiswati, keluarga yang ditinggalkan ayah mereka dan datang ke Kanaan. Identitas Abraham dan Sara dengan Brahma dan Saraiswati pertama ditunjukkan oleh Jesuit missionaries”(Vol. I; p.387.)”
Di dalam filsafat Hindu, Sarai-Svati (Sarasvati) adalah sakti (istri) dari Brahm (Brahma). Alkitab sendiri memberikan dua kisah tentang Abraham. Dalam versi pertama, Abraham mengatakan kepada Firaun bahwa ia berbaring ketika ia memperkenalkan Sarai sebagai saudarinya. Di dalam versi yang kedua, ia juga mengatakan kepada raja Gerar bahwa Sarai sebenarnya saudarinya. Namun, ketika raja memarahinya saat berbaring, Abraham berkata bahwa Sarai sebenarnya saudari dan juga istrinya. “…namun sebenarnya dia adalah saudariku; dia adalah putri ayahku, tetapi bukan putri ibuku; dan dia menjadi istriku”. (Kejadian 20:12.)
Tetapi keganjilan-keganjilan itu tidak berakhir di sini. Di India, anak sungai Saraisvati adalah Ghaggar. Anak sungai yang lain adalah Hakra. Menurut tradisi-tradisi Yahudi, Hagar adalah pelayan Sarai; Orang muslim menyebutkan bahwa dia adalah seorang putri Mesir. Ada hubungan apa antara Ghaggar, Hakra dan Hagar dalam tradisi yang berbeda ini?
Alkitab juga menyebutkan bahwa Ismail, putra Hagar, dan keturunan-keturunannya hidup di India. “…Ismael menghirup nafasnya yang terakhir sebelum meninggal, dan keluarganya berkumpul… Mereka bertempat tinggal dari Havilah (India), oleh Shur, yang dekat dengan Mesir, di semua jalan ke Asshur.” (Kejadian 25:17-18). Adalah fakta yang menarik dimana nama dari Ishak dan Ismail berasal dari bahasa Sansekerta: (Ibrani)  Ishaak = (bahasa Sansekerta) Ishakhu = “Sahabat Shiva.” (Ibrani)  Ismail = (bahasa Sansekerta) Ish-Mahal = “Shiva yang agung”.
Versi kisah singkat ketiga Abraham dalam hubungannya dengan “Nuh.” Kita mengetahui bahwa banjir membawa Abraham keluar dari India. “…Jadi; Dengan demikian saith pemimpin dewa dari Israel, ayah-ayahmu bertempat tinggal di sisi lain dari banjir pada masa lampau, Bahkan Terah, ayah Abraham, dan ayah Nachor; mereka melayani para dewa lain. Dan aku mengambil ayah anda Abraham dari seberang banjir, dan memimpin dia sepanjang negeri Kanaan.” (Yosua 24:2-3).
25 bagian dari kitab kejadian menyebutkan beberapa keturunan dari selirnya Ketura (Catatan: Muslim menyatakan bahwa Ketura adalah nama lain dari Hagar): Jokshan; Sheba; Dedan; Epher. Beberapa keturunan Nuh adalah Joktan, Sheba, Dedan, dan Ophir. Bermacam-macam versi ini membuat kita curiga bahwa para penulis Alkitab sedang berusaha mempersatukan beberapa cabang yang berbeda dari Judaism.
Pada tahun 1900 SM, budaya Brahm menyebar ke timur tengah setelah terjadi curah hujan dan gempabumi yang hebat yang menyebabkan bagian India utara terpisah, bahkan mengubah sepanjang sungai Indus dan Saraisvati. Ahli bumi klasik, Strabo mengatakan terdapat daerah yang hampir di tinggalkan di bagian India barat laut; “Aristobolus berkata bahwa ketika ia diutus dalam misi tertentu di India, ia melihat suatu negeri terdiri dari ribuan kota, bersama-sama dengan desa-desa, yang telah ditinggalkan…..” (Geografi Strabo, XV.I.19.)
“mengeringnya sungai Sarasvati di sekitar 1900 SM, mungkin merupakan penyebab migrasi menuju arah barat dari India. Hal ini juga dapat di lihat dari banyaknya unsur budaya India yang dapat kita lihat di seluruh Asia Barat, Mesir, dan Yunani.” (Indic Ideas in the Graeco-Roman World, oleh Subhash Kak, diambil dari IndiaStar online literary magazine; p.14)
Sejarawan India, Kuttikhat Purushothama Chon percaya bahwa Abraham diusir dari India karena tidak mampu untuk mengalahkan Asuras yang saat itu menguasai menguasai daerah Indus Valley atau Harappans setelah dalam banyak pertempuran. Abraham dan keluarganya akhirnya menyerah dan hijrah ke Asia Barat. (Lihat Remedy the Frauds in Hinduism) Oleh karena perang dan bencana, akhirnya memaksa para pedagang, buruh, dan kelas-kelas terdidik dari India harus melarikan diri ke Asia Barat.
Edward Pococke menulis nama India di Yunani, “…tidak ada kejadian serupa yang sudah terjadi penuh dengan akibat-akibat seperti itu, seperti peperangan religius yang besar yang terjadi dalam jangka waktu yang lama di seluruh India. Kejadian yang berakhir dengan pengusiran besar-besaran; banyak di antara mereka trampil dalam bidang seni dari awal peradaban, namun dalam jumalh lebih besar, para prajurit sebagai pekerjaan. Dikendalikan di luar pegunungan Himalayan sebelah utara, Srilanka merupakan pertahanan terakhir mereka di selatan, yang disapu ke seberang Valley dari Indus bagian barat, dan merekalah yang membawa seni dan ilmu pengetahuan ke Eropa. Melalui beberaoa barier di Punjab, mereka mengarah ke Eropa dan Asia lainnya.” (p. 28.)
Jika semua dari mereka adalah keturunan India, kenapa sejarah tidak menyebutkan hal ini?
Hijrah dan pengungsian dari India yang masa lampau tidak terjadi secara tiba-tiba dan dalam satu masa, tetapi lebih dari ribuan tahun. Jika semua pengungsi ini menguasai Warisan/pusaka India, kenapa  sejarah tidak menyebut mereka? Mereka disebutkan sebagai Kassites, Hittites, orang-orang Aram, Asyur, Hurrians, Arameans, Hyksos, Mittanians, Amalekites, Aethiops (Atha-Yop), Phoenicians, Chaldeans, dan banyak lagi yang lainnya. Tetapi kita telah keliru diajarkan untuk menganggap mereka sebagai etnis-etnis berasal dari Asia Barat. Buku sejarah kita juga menyebut mereka “Indo-Eropa”, menyebabkan kita bimbang di mana mereka sebenarnya berasal. “Orang-Orang India menyadari identitas sosial mereka dalam kaitan denganpenggunaan istilah Varna dan Jati (fungsi-fungsi atau tugas kewajiban dalam masyarakat); bukan dalam kaitannya dengan istilah keturunan atau suku.” (Foundations of Indian Culture; p. 8.)
Di sini adalah satu contoh bagaimana orang Indian pada masa lampau mengenali masyarakat: Para pemimpin disebut Khassis (Kassites), Kushi (Kushites), Cossacks (untuk kaum militer Rusia) Kaisar (penguasa bangsa Roma),  Hattiya (Hittites), Cuthites (bentuk dialektika lain dari Hittite),  Hurrite (bentuk dialektika lain dari Hittite),  Cathay (para pemimpin Cina), Kasheetl/Kashikeh di antara Aztecs, Kashikhel/Kisheh oleh bangsa Maya, dan Keshuah/Kush oleh Inca. Assyrian (di dalam bahasa Inggris),  Asirios (di dalam Spanyol), Asuras atau Ashuras (India), Ashuriya, Asuriya (Sumeria dan Babilonia), Asir (Arabia), Ahura (Persia), Suré di Mexico Tengah, dan lain-lain, adalah orang-orang yang menyembah Surya (Dewa Matahari).
Secara alami, dalam hal keagamaan, mereka disebut ” Assyrians /Asyur” meskipun asal kerajaan mereka berbeda-beda.
Masalah utama para sarjana Barat dalam mengidentifikasi Indo-Eropa sebagai orang India adalah karena India pada waktu itu tidak pernah sebagai suatu bangsa/negara, tetapi India dikenal sebagai Bharata. Bharata sendiri bukan suatu bangsa, Bharata adalah kumpulan kerajaan-kerajaan, seperti halnya Eropa yang merupakan kumpulan negara-negara.
“Sejarawan-sejarawan Arab menetapkan bahwa Brahma dan Abraham, nenek moyang mereka, adalah orang yang sama. Persia secara umum memanggil Abraham sebagai Ibrahim Zeradust. Bangsa Cyrus menganggap agama Bangsa Yahudi adalah sama dengan agamanya. Jadi Abraham berasal dari Hindu, atau dengan kata lain bangsa Israel dari Brahma…” (Anacalypsis; Vol. I, p.396.)
Apakah Abraham adalah Ram yang disebutkan dalam Hindu?
Ram dan Abraham mungkin berasal dari kaum yang sama. Sebagai contoh, suku kata “Ab” atau “Ap” bermakna “ayah” di Kashmiri. Sehingga Yahudi bisa memanggil Ram sebagai “Ab-Ram” atau “Ayah Ram” Ini juga dapat dikatakan bahwa kata “Brahm” yang muncul dari “Ab-Ram” dan bukan sebaliknya. kata Kashmiri untuk “Yang Maha Pemurah,” Raham, juga berasal dari Ram. Ab-Raham = “Ayah dari Yang Maha Pemurah”  Rakham = “Yang Maha Pemurah” di dalam bahasa Ibrani; Ram juga merupakan istilah Ibrani untuk “pemimpin tertinggi”. Sejarawan India A. D.Pusalker, dalam papernya “Traditional History From the Earliest Times” yang muncul pada jaman Veda, menyebutkan Ram itu hidup sekitar 1950 SM, dan Abraham juga di prediksikan ada pada waktu yang sama, dan terjadi migrasi besar-besaran setelah terjadi banjir besar.
“Ka’bah adalah salah satu tempat suci yang dipersembahkan kepada dewa-dewa Hindu, salah satunya Brahma, mengapa Islam mengklaimnya sebagai persembahan kepada Abraham? Kata “Abraham” tidak lain adalah suatu malpronunciation kata Brahma. Ini dapat dengan jelas terbukti jika menyelidiki maksud akar kedua kata tersebut. Abraham disebut salah satu nabi Semitic yang paling tua. namanya diduga berasal dari dua kata-kata Semitic ‘Ab’ artinya ‘Bapa’  dan ‘Raam/Raham’ artinya ‘yang diagungkan.’ Di dalam kitab Kejadian, Abraham hanya berarti ‘Orang banyak.’ Kata Abraham berasal dari bahasa Sansekerta Brahma. Akar dari Brahma adalah ‘Brah’ yang bermakna “menumbuhkan atau mengalikan dalam jumlah”. Sebagai Tambahan dewa Brahma, sang pencipta dalam tradisi Hindu disebut ayah semua mahluk hidup dan dewa-dewa, karena beliau adalah pencipta semua dewa dan mahluk hidup lainnya. Jadi dengan demikian, “Bapa Yang Diagungkan” Ini adalah suatu penunjuk yang jelas bahwa Abraham tidak lain adalah ayah yang sorgawi “Brahma.” (Vedic Past of Pre-Islamic Arabia; Part VI; p.2.)
Makna kata “Abram,” mungkin berasal dari penggabungan beberapa kata. Ab = “bapa/ayah” Hir atau H’r = “kepala; puncak; diagungkan;” Am = “orang” Sehingga, Abhiram or Abh’ram dapat berarti “ayah yang di agungkan”. Ab – î – Ram= “ayah yang berkarunia” Ab, juga dapat berarti “ular/naga,” sehingga Ab-Ram dapat berarti raja Naga. Sehingga kata “Abraham” mungkin mengungkapkan tujuan Ilahi pengikut-pengikutnya. Hiram Tyre, Teman dekat Solomon,  adalah orang besar atau Ahi-Ram (naga yang mengagungkan).
Jerusalem adalah kota orang Hitties (keturunan prajurit dari India). Dalam Kejadian 23:4, disebutkan Abraham meminta bangsa Hittites Jerusalem untuk menjual satu bidang tanah kubur untuk dia. Hittites menjawab, “…engkau adalah seorang pangeran di antara kita: dalam pemilihan kuburan-kuburan, tidak seorangpun dari kami dapat menahanmu” (p. 6). Jika Abraham dipuja-puja sebagai sebuah pangeran oleh Hittites, dia, juga, adalah satu anggota suku bangsa prajurit turun temurun dari India yang benar-benar dihormati. Kitab Injil tidak pernah mengatakan Abraham bukan seorang dari suku Hittite. Kejadian 23:4 hanya mengatakan, “Saya adalah orang asing dan hanya singgah dengan anda.”
Di India, Hittites juga dikenal sebagai Cedis atau Chedis (Hatti dilafalkan Khetti). Sejarawan India mengklasifikasikan mereka sebagai salah satu suku bangsa paling tua dari Yadava. “Cedis membentuk salah satu dari suku bangsa yang paling kuno di antara Kesatria (kelas aristokratis terdiri atas Hittites dan Kassites).
Kelompok Ram mengasingkan diri dalam komunitas mereka sendiri, yang disebut Ayodhya, yang dalam bahasa Sansekerta berarti “Unconquerable” Kata bahasa Sansekerta untuk “pejuang” adalah Yuddha atau Yudh. Abraham dan kelompoknya adalah dari Ayodhya (Yehudiya, Judea).
Bukti tertulis yang menguatkan kenyataan ini disampaikan dalam sejarah Bangsa Yahudi, Flavius Josephus ( 37 -100 AD.), seorang teolog Yahudi menulis bahwa ahli filsafat Yunani Aristotle telah berkata: “…Yahudi berasal dari ahli filsafat dari India; mereka diberi nama oleh Indians Calani.” (Book I:22.). Clearchus dari Soli menulis, “Yahudi turun dari ahli filsafat dari India. Ahli filsafat itu di India disebut Calanians dan di Syria disebut Yahudi. Nama dari kota mereka sangat sulit untuk diucapkan, yang disebut ‘Yerusalem”. Dan dalam buku Anacalypsis, karya Godfrey Higgins, Vol.I; p.400 dikatakan; ”Megasthenes, yang diutus ke India oleh Seleucus Nicator, sekitar tiga ratus tahun sebelum Kristus, melakukan penyelidikan dan memperoleh bukti bahwa Yahudi adalah sebuah suku dari India atau sebuah sekte yang disebut “Kalani…“. Martin Haug, Ph.D, menulis dalam “The Sacred Language, Writings, and Religions of the Parsis”, “Tiga raja dari Timur telah dikatakan memanggil agama mereka dengans ebutan Kesh-î-Ibrahim. Mereka menelusuri kitab suci dari Abraham, yang dipercaya telah di bawa dari sorga.” (p. 16.).
Mungkin sulit buat anda mengiyakan penelusuran ini dan anda cenderung memutarbalikkan time-line sejarah dengan mengatakan bahwa Hindulah yang sebenarnya nyontek  ajaran Abrahamik dengan pembenaran berdasarkan teori penyerangan Bangsa Arya atas Dravida dan membawa budaya Veda dari negeri Barat. Meski pembenaran akan teori penyerangan bangsa Arya ini sudah terbantahkan dan anda tidak bisa lagi menggunakan alur logika tersebut, namun saya akan memaparkan kenyataan yang sama sekali tidak bisa anda bantahkan, yaitu proses anakronisasi sejarah yang dilakukan oleh orang-orang non Vedic dalam usahanya menyebarkan dan menanamkan ajarannya.
Mengacu pada buku “Ramayan Around The World” karya Ravi Kumar, dia mengatakan bahwa semua agama pada dasarnya merupakan pecahan dan pendistorisn terhadap nilai-nilai Hindu. Bagaimana tidak, sejarah membuktikan walaupun bangsa Arab adalah bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang dengan sengaja memberhanguskan budaya yang mereka sebut jahilliah, namun variasi  cerita Ramayan ternyata juga masih diadopsi oleh kesultanan Mogul dan Persia pada abad ke-13 dan 19 ke dalam literatur seni Islam. Karya Sastra Ramayana “Dastan-e-Ram O Sita” dan  “Razmnama”  dihasilkan pada abad ke-16 di Iran. Sebuah ilustrasi Ramayana yang unik diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Chand Sumeria dan diilustrasikan pada masa pemerintahan Farrukh Siyar di tahun 1128 H (1715-16 M) dengan 258 miniatur beruang, arsitektur, kostum, dan hiasan dengan menyoroti budaya Veda pada akhir periode Abad Pertengahan.
Mullah Abdul Qadir Badayuni menterjemahkan kisah Ramayana ke dalam bahasa Persia di bawah tekanan penguasa Persia. Tidak berselang lama setelah itu banyak penulis-penulis lain yang juga menyadur kisah Ramayana dan menggubahnya ke dalam bahasa Persia. Dua orang terpenting yang karyanya sangat dikagumi sebagai pembawa pesan moral dan karya seni yang sangat baik. Yang pertama adalah Sheikh Sadullah Masih Panipati yang menyusun Ramayana-e-Masih saat pemerintahan Kaisar Shahjahan dan Jahangir. Karyanya ini pernah diterbitkan pada 1899 oleh Munshi Naval kishor Press, Lucknow. Yang kedua adalah Ramayana Balmiki yang ditulis oleh oleh S. Mohar Singh saat bekerja sebagai tentara Maharaja Ranjit Singh. Karyanya ini sempat diterbitkan pada tahun 1890 oleh Ganesh Prakash Press, Lahore.
Yang unik dari karya-karya gubahan Ramayana di negara-negara Muslim ini adalah di awal epik, mereka mengagung-agungkan kisah-kisah Nabi Muhammad dan menyisipkan kisah-kisah kehidupan Nabi pada epik-epik lainnya. Mereka juga tidak membagi kisah saduran tersebut ke dalam pupuh atau kanda sebagaimana kitab aslinya, tetapi mereka menggunakan gaya Masnawi Persia yang menyerupai heroik kuplet bahasa Inggris. Masing-masing episode dikisahkan dengan judul-judul terpisah. Sedangkan kisah-kisah dimana pengarah Ramayana yang asli, Valmiki juga ada di dalamnya seperti kisah saat Sita menjalani masa pembuangannya di ashrama Valmiki, mereka menggantikan nama Valmiki dengan sebutan “zahid”. Disamping itu, sebagian besar kisah Ramayana juga dimetaforakan dengan mengambil nilai-nilain yang dianggap berhubungan dengan Islam.
Hanya saja sayangnya semua versi Ramayana yang ada di negeri Arab mengalami anakronisasi yang sangat parah, yaitu membuat tokoh-tokohnya melakukan hal-hal yang tidak terjadi dalam kisah asli Ramayana. Sebagai contoh, ketika Sita diculik oleh Rahwana, Laksmana dikisahkan mencari Sita di mana-mana. Selama pencarian itu Laksmana pergi ke sebuah kolam dan bertanya kepada ikan apakah ikan-ikan tersebut telah menelan Sita. Mereka menjawab dengan satu suara bahwa mereka tidak menelan Sita seperti yang mereka lakukan di masa lampau kepada Yunas. Demikian juga ketika Rahwana membakar ekor Hanoman, Sita berdoa kepada Dewa Api (Agni) untuk mengubah api menjadi taman mawar seperti yang telah dilakukan oleh Allah ketika Ibrahim Khalil dilemparkan ke api. Ketika Sita sangat sedih setelah mendengar berita palsu kematian Rama, Trijata dikisahkan mengatakan bahwa tidak ada yang dapat membunuh Rama karena dia abadi bagaikan Issa (Kristus). Kumbhkarna mengatakan kepada Rahwana bahwa ia dapat dengan mudah menghancurkan dinding Sikander’s (Alexander’s).  Tentunya semua kisah-kisah hasil plagiat ini hanyalah kisah mengada-ada dalam usahanya memasukkan ajaran-ajaran mereka melalui kisah legendaris Ramayana. Dengan membandingkan kitab Ramayana yang otentik dengan kisah saduran yang baru tersebut, pembaca akan dengan segera memahami bahwa para penganut non vedic-lah yang telah mencontek dan mendistorsikan kisah yang disampaikan dalam ajaran Veda.
Jadi, masih beranikah anda mangatakan bahwa ajaran Veda diturunkan dari agama Abrahamik dan mengikuti alur logika Zakir Naik dan Abdul Haque Vidyarthi? Bukankah dengan penelusuran ini anda menyaksikan bahwa ajaran-ajaran non Vedic-lah yang berasal dari Veda?
Sumber:
  1. Ramayan Around The World – A Living Legend by Ravi Kumar
  2. Was Abraham a Hindu? by Gene D. Matlock (an article)
  3. ngarayana.web.ugm.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar